Monika
dilahirkan pada tahun 331 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara dari
keluarga Kristen yang taat. Leluhurnya bukan penduduk asli Afrika,
tetapi perantauan dari Fenisia.
Monika dinikahkan dengan Patrisius, seorang pegawai tinggi pemerintahan kota. Mereka dikaruniai 3 orang anak: Agustinus,
Navigius dan Perpetua (yang kelak memimpin biara). Patrisius seorang
kafir. Ia bertabiat buruk, suka naik pitam dan sering mentertawakan
usaha keras Monika untuk mendidik Agustinus menjadi pemuda Kristiani.
Meskipun demikian, Monika tidak pernah membantah ataupun bertengkar
dengan suaminya.Tak henti-hentinya ia berdoa agar suami dan puteranya
segera bertobat dan menerima Kristus.
Pada tahun 371
Patrisius meninggal. Mendekati ajalnya ia bertobat dan minta di baptis.
Bahkan ibu Patrisius pun juga dibaptis. Sementara itu, Agustinus belum
juga mau menjadi seorang Kristen. Meski tidak ada tanda-tanda bahwa
doanya dikabulkan Tuhan, Monika dengan setia tetap berdoa untuk
Agustinus dengan setiap kali air mata mengalir dari kedua matanya. Tuhan
mendengarkan keluh kesah Monika dan menguatkannya dengan suatu mimpi.
Dalam mimpinya, Monika melihat dirinya sendiri berada di atas sebuah
mistar dari kayu, kemudian datanglah seorang pemuda yang berseri-seri
dan bercahaya wajahnya. Pemuda itu bertanya, “Mengapa ibu bersedih? Apa
yang menyebabkan ibu menangis setiap hari?” Monika menjawab bahwa ia
sedih karena tidak tahan melihat kebinasaan Agustinus, puteranya. Maka
pemuda itu mengajak Monika untuk melihat dengan seksama. Segeralah
terlihat oleh Monika bahwa Agustinus ada bersamanya di atas mistar. Kata
pemuda itu, “Di mana engkau berada, ia pun berada.”
Telah lama
waktu berlalu sejak mimpinya itu, namun Agustinus masih juga hidup dalam
dosa. Oleh karena itu Monika terus datang kepada Bapa Uskup
memohon-mohon dan mendesak-desak dengan air mata bercucuran supapa Uskup
mau menengok dan menasehati Agustinus. Lama-kelamaan Uskup menjadi
bosan dan kehilangan kesabarannya, sehingga ia berkata, “Pergilah,
jangan menggangguku; demi hidupmu tak mungkinlah binasa anak sekian
banyak air mata itu!” Monika amat gembira sebab ia percaya pada apa yang
dikatakan Bapa Uskup bahwa Agustinus tidak mungkin binasa.
Pada tahun 383
Agustinus bersama Alypius, sahabatnya, hendak berangkat ke Roma dan
Milan untuk mengajar. Monika tidak setuju karena waktu itu Roma buruk
peradabannya. Di pantai menjelang keberangkatannya, Monika menawarkan
hanya dua pilihan kepada Agustinus: pulang dengannya atau Monika ikut
dengan Agustinus ke Italia. Dengan tipu dayanya Agustinus meninggalkan
ibunya seorang diri di kapel Beato Cyprianus yang terletak di tepi
pantai, sementara ia dan Alypius berlayar ke Italia.
Monika amat
sedih, seorang diri ia menyusul Agustinus ke Italia. Penderitaan berat
ditanggungnya terutama karena kapal yang ditumpanginya hampir karam
karena badai. Tuhan menguatkan Monika dengan janji-Nya bahwa ia akan
bertemu dengan puteranya sesampainya di Italia.
Monika
bersahabat baik dengan St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Agustinus mulai
tertarik dengan khotbah dan ajaran-ajaran Uskup Ambrosius hingga
akhirnya dibaptis.
Dua bulan
kemudian, yaitu bulan Juni tahun 387 Agustinus, Alypius & Monika
berencana pulang kembali ke Tagaste, Afrika. Dalam perjalanan pulang
mereka singgah di Ostia, di dekat muara sungai Tiber. Monika dan
Agustinus berdua saja berdiri bersandar pada jendela rumah persinggahan
mereka. Mereka terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik mengenai
seperti apa kiranya kehidupan para kudus di surga. Diliputi rasa bahagia
yang amat sangat Monika berkata kepada Agustinus, “Anakku, bagiku tidak
ada lagi yang dapat memukauku dalam kehidupan ini. Apa lagi yang dapat
kuperbuat di dunia ini? Untuk apa aku di sini? Entahlah, tak ada lagi
yang kuharapkan dari dunia ini. Ada satu hal saja yang tadinya masih
membuat aku ingin tinggal cukup lama dalam kehidupan ini, yaitu melihat
engkau menjadi Kristen Katolik sebelum aku mati. Keinginanku sudah
dikabulkan sevara berlimpah dalam apa yang telah diberikan Allah
kepadaku: kulihat kau sudah sampai meremehkan kebahagiaan dunia ini dan
menjadi hamba-Nya. Apa yang kuperbuat lagi di sini?”
Lima hari
kemudian Monika jatuh sakit. Kepada kedua puteranya, Agustinus dan
Navigius, Monika berpesan, “Yang kuminta kepada kalian hanyalah supaya
kalian memperingati aku di altar Tuhan di mana saja kalian berada.”
Hanya supaya ia diingat di altar-Mu, itulah keinginannya. Sebab ia telah
melayani altar itu tanpa melewati satu hari pun. Pada hari yang
kesembilan Monika wafat dalam usia 56 tahun.
Santa Monika dihormati sebagai pelindung ibu rumah tangga. Pestanya dirayakan setiap tanggal 27 Agustus.
0 komentar:
Posting Komentar